JAKARTA – Anggota Tim Delapan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) pengusung Anies Baswedan, Sudirman Said menyatakan pihak yang menolak agenda perubahan dan perbaikan sama saja membuang ajaran Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Hal itu disampaikan Sudirman untuk mengkritisi pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang menyinggung Presiden RI selanjutnya tak perlu bicara perubahan dengan alasan perkembangan Indonesia kini sudah menemukan ‘resep’ yang pas.
“Orang beragama akan mempedomani ajaran Hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Bahkan dikatakan bila hari ini sama dengan kemarin, dan esok sama dengan hari ini, kita merugi. Pancasila menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya semua manusia Indonesia diminta menjalankan ajaran agama. Menolak agenda perbaikan dan perubahan, sama dengan membuang Pancasila,” kata Sudirman saat dihubungi, Kamis (15/6).
udirman menegaskan Luhut yang berstatus sebagai pejabat negara seharusnya tak mengucapkan pernyataan demikian.
Baginya, tugas utama seorang pemimpin adalah menghadirkan perbaikan. Perbaikan dalam hal ini bisa bermakna percepatan, perluasan, penyempurnaan, atau penataan ulang program maupun tata cara mengelola.
Ia menegaskan seorang pemimpin negara yang tak boleh membawa agenda perubahan sama seperti pemimpin yang tak memiliki nilai tambah.
“Buat apa ada Pemilu yang biayanya puluhan triliunan bila pemimpin yang terpilih tidak menjanjikan perbaikan,” kata dia.
Sudirman juga meminta Luhut melihat kehidupan bernegara dengan mata hati. Di satu sisi ia mengaku banyak yang telah Indonesia capai dan kerjakan. Di sisi lain Indonesia masih memiliki setumpuk pekerjaan rumah untuk diselesaikan.
Ia mencontohkan kasus korupsi yang terus meluas, masih adanya kesulitan rakyat yang dialami 40 persen warga miskin, hukum yang tak bekerja dengan adil hingga hutang yang semakin besar dan kohesi sosial yang terkoyak.
“Kesemuanya adalah hal-hal yang harus diatasi, bila negara dan bangsa kita mau menjadi negara bangsa berwibawa dan kuat. Melarang pemimpin baru bicara perubahan sama saja meminta membiarkan masalah-masalah di atas tidak diselesaikan,” kata dia.
Ia turut menyoroti nantinya capres-cawapres yang maju di Pemilu 2024 harus membuat visi dan misi. Baginya, seorang pemimpin harus merumuskan visi, misi dan program yang lebih baik.
“Apakah semua calon Presiden dan Wakil Presiden tak boleh merumuskan sesuatu yang lebih baik? Mosok visi misi capres hanya: Melanjutkan situasi yang sekarang?” kata dia.
Ia mencontohkan kasus korupsi yang terus meluas, masih adanya kesulitan rakyat yang dialami 40 persen warga miskin, hukum yang tak bekerja dengan adil hingga hutang yang semakin besar dan kohesi sosial yang terkoyak.
“Kesemuanya adalah hal-hal yang harus diatasi, bila negara dan bangsa kita mau menjadi negara bangsa berwibawa dan kuat. Melarang pemimpin baru bicara perubahan sama saja meminta membiarkan masalah-masalah di atas tidak diselesaikan,” kata dia.
Ia turut menyoroti nantinya capres-cawapres yang maju di Pemilu 2024 harus membuat visi dan misi. Baginya, seorang pemimpin harus merumuskan visi, misi dan program yang lebih baik.
“Apakah semua calon Presiden dan Wakil Presiden tak boleh merumuskan sesuatu yang lebih baik? Mosok visi misi capres hanya: Melanjutkan situasi yang sekarang?” kata
Sumber : cnnindonesia.com
Leave a comment